Foto: Jenis-Jenis Zakat (Dok: Dompet Dhuafa)
Investasimu.com. Selain memberikan fatwa atas mata uang kripto, Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditutup pada Kamis (11/11) lalu juga mengeluarkan hukum atas zakat saham. Pada prinsipnya, saham merupakan harta benda yang wajib dizakati apabila memenuhi persyaratan tertentu.
Persyaratan yang harus dipenuhi agar saham wajib dikeluarkan zakatnya yaitu dimiliki oleh orang Islam, dimiliki dengan kepemilikan yang sempurna, Telah mencapai nishab, dan telah mencapai masa hawalan al-haul (setahun). Persyaratan mencapai haul tidak diberlakukan untuk pemegang saham perusahaan di bidang pertanian dan peternakan, serta harta karun (rikaz). Penentuan haul zakat saham mengacu kepada perhitungan kalender hijriyah.
Pemegang saham merupakan pihak yang wajib mengeluarkan zakat atas saham yang dimilikinya. Namun, pengeluaran zakat saham oleh pemegang saham dapat diwakilkan kepada perusahaan atas namanya. Apabila perusahaan tersebut telah mengeluarkan zakat, kewajiban zakat atas para pemegang sahamnya menjadi gugur;
Sementara itu, tata cara pengeluaran zakat saham untuk saham yang dimiliki dan dimaksudkan untuk diperjualbelikan (trading/mutajarah), ketentuan zakatnya mengikuti aturan zakat perdagangan, baik nishab maupun kadarnya, yang penghitungannya sesuai dengan nilai pasar saham saat haul. Apabila saham yang dimiliki dimaksudkan untuk investasi jangka panjang, cara pengeluaran zakat saham diatur sebagai berikut:
- Jika sahamnya adalah saham perusahaan industri, jasa dan ekstraktif, zakatnya mengikuti zakat al-mustaghallat, yaitu nishab dan kadarnya mengikuti ketentuan zakat emas dan penghitungannya dari keuntungan bersih saham.
- Jika sahamnya adalah saham perusahaan pertanian, ketentuannya pengeluaran zakatnya mengacu kepada zakat pertanian; dan
- Jika sahamnya adalah saham perusahaan perdagangan, zakatnya mengikuti ketentuan zakat perdagangan (urudh al-tijarah).
Komisi Fatwa MUI juga memberikan pengaturan tentang kriteria suatu saham merupakan saham syariah, yaitu:
- Merupakan jenis Saham Biasa (al-ashum al-‘adiyah/Common Shares) dan bukan dalam jenis Saham Preferen (al-ashum al-mumtazah/Preferred Shares);
- Kegiatan usaha Perusahaan tidak bertentangan dengan prinsip Syariah;
- Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45%;
- Total pendapatan tidak halal dibandingkan dengan total pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10%; dan
- Pemegang Saham yang menerapkan prinsip Syariah harus memiliki mekanisme pembersihan kekayaan (cleansing) dari unsur-unsur yang tidak sesuai dengan prinsip Syariah.
Posting Komentar